Itu disampaikan jajaran pimpinan Badan Obat Kuat Perlindungan Konsumen Nasional kepada wartawan, Selasa (20/5). Turut hadir Ketua BPKN Ardiansyah Parman, Koordinator Komisi III BPKN Djainal Abidin Simanjuntak, serta Ketua Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN David ML Tobing.
”Kami melihat pelaksanaan JKN di lapangan masih memerlukan petunjuk pelaksanaan pendukung agar kebijakan ini diketahui masyarakat dan bisa dilaksanakan petugas di lapangan,” kata Ardiansyah.
Pemantauan di media massa, Obat Kuat BPKN melihat banyak keluhan terkait pelaksanaan JKN. Masyarakat dan sebagian tenaga medis belum memahami betul program ini. BPKN merangkum keluhan itu dalam empat hal.
Pertama, masyarakat bingung memahami pelayanan kesehatan berjenjang. Prosedur sistem rujukan yang panjang dengan administrasi lama melelahkan publik. Kedua, masyarakat tak paham dengan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Ketiga, terbatasnya tenaga kesehatan pada fasilitas layanan kesehatan. Antrean untuk mendapat tindakan medis juga panjang. Keempat, terbatasnya obat yang bisa dipakai untuk peserta BPJS Kesehatan.
Djainal menambahkan, Obat Kuat dua bulan pertama pelaksanaan JKN, keluhan yang banyak muncul ialah antrean pendaftaran di loket. Setelah itu, publik mengeluh tentang prosedur pelayanan, termasuk obat yang tidak semuanya ditanggung BPJS.
Djainal juga menyoroti rendahnya tarif jasa dokter di rumah sakit yang berpotensi menyebabkan rendahnya kualitas layanan.
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron menyatakan, secara bertahap, jaminan kesehatan saat ini mengarah pada kondisi jaminan kesehatan bagi semua penduduk (universal health coverage) pada 2019. (ADH)